Powered By Blogger

Senin, 20 Januari 2014


Laporan Praktikum
Bioteknologi
Pembuatan Yoghurt
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktikum Bioteknologi




Disusun oleh:
BANI NUGRAHA



Biologi VII/A
                       


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2013

Pembuatan Yoghurt


A.      Tujuan
-     Membuat yoghurt dengan bahan susu murni melalui proses fermentasi
-     Menjelaskan prinsip proses fermentasi oleh bakteri

B.       Landasan Teori
Salah satu metoda yang tertua dalam pengawetan susu adalah dengan jalan mengasamkannya melalui proses fermentasi, diantaranya adalah dengan pembuatan yoghurt. Yoghurt berasal kata yugurt dari bahasa Turki . Nama ini bervariasi di berbagai negara (Tamime dan Deeth, 1980). Yoghurt adalah susu asam yang dihasilkan dari proses fermentasi susu oleh campuran bakteri asam laktat thermophilic yaitu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus . Kedua jenis bakteri ini bersama-sama membentuk rasa asam, aroma yang khas serta komponen-komponen pembentuk cita rasa seperti aseton, asetaldehida, diasetil dan senyawa karbonil lainnya (Helferich dan Westhoff, 1980). Asetaldehida  merupakan komponen terpenting dalam menentukan flavor yoghurt yang diproduksi oleh L.bulgaricus, produksi ini meningkat apabila digabungkan dengan S. thermophilis (Bottazi, 1983). Bergabungnya dua bakteri ini akan menghasilkan asam yang lebih banyak dari pada digunakan sendiri sendiri. Keadaan ini disebabkan adanya aktivitas proteolitik dari L . bulgaricus yang menghasilkan valin yang dapat merangsang pertumbuhan dan produksi asam dari S. termophilus dan sebaliknya. Sehingga, sebagai akibat dari inokulasi kedua starter tersebut dimungkinkan terjadinya degradasi laktosa dan produksi asam laktat yang berakibat pada penurunan pH dan terbentuknya gumpalan yogurt. Degradasi laktosa menjadi glukosa dan galaktosa dengan sendirinya menurunkan potensi terjadinya intoleransi laktosa. Pada saat yang bersamaan, produksi asam laktat mampu menghambat pertumbuhan patogen penyebab berbagai penyakit terkait pangan (Indratininingsih dkk, 2004).
Yoghurt telah dikenal dan digemari masyarakat Indonesia, sebagai minuman sehat diantaranya anti diare karena dapat mencegah aktivitas dan pertumbuhan berbagi bakteri patogen penyebab gastroenteritis yang dapat menyebabkan diare . Hal ini karena bulgaricus mempunyai aktifitas anti enterotoksin terhadap E.coli . Yoghurt juga digunakan untuk diet dan lactose intolerence yaitu untuk orang-orang yang alergi susu karena kadar laktosanya (gula susu) yang rendah (Tamime dan Robinson,1989) Juga merupakan sumber kalsium bagi penderita laktose intolerence, ketersediaan kalsium dalam yoghurt lebih dapat dimanfaatkan dari pada kalsium dalam bentuk lain (Tamime dan Robinson,1999) . Nilai asam yang dihasilkan oleh bakteri meningkatkan kelarutan garam kalsium dan kalsium lebih banyak diserap oleh tubuh (Renner,1988).
Yoghurt dengan kualitas yang baik dihasilkan ketika perbandingan Lactobacilli dan Streptococci pada produk akhir adalah 1 : 1 (Overby,1988) . Menurut Oberman (1985) jika kedua bakteri asam laktat ini ditumbuhkan pada suhu 42° C, pada awal inkubasi S. thermophillus akan tumbuh lebih dulu dan akan memproduksi asam laktat, asam asetat, asetaldehida dan asam format. Adanya asam tersebut mengakibatkan penurunan pH dan merangsang pertumbuhan L. bulgaricus . Sebaliknya L. bulgaricus akan melepaskan asam amino valin, histidin dan glisin yang dibutuhkan oleh S. thermophillus (Helferich dan Westhoff, 1980) .


C.      Metode
-       Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum pembuatan yoghurt terdiri atas Wadah atau toples yang terbuat dari kaca, ember atau baskom, Lap, Panci, sendok pengaduk, dan kompor gas.
Bahan yang digunakan terdiri atas susu sapi murni dan starter atau yoghurt yang sudah jadi (youghrt chimori plain).

-          Cara Kerja  
1.      Susu dituangkan pada panci dan panci ditempatkan di atas kompor
2.      Aduk dan hangatkan susu hingga mencapai suhu 900C. Usahakan susu tidak sampai mendidih, aduk terus menurus untuk mencegah susu tidak pecah. Pada saat suhu susu telah mendekati suhu 900C, aduk lebih cepat untuk mencegah mendidihnya susu
3.      Setelah susu mencapai 900C, angkat panci dari kompor. Biarkan susu menjadi dingin hingga suhu 500C sampai 550C. Pengadukan secara berkala dapat menurukan waktu yang diperlukan untuk mendinginkan susu.
4.      Sambil menunggu proses pendinginan susu, starter yoghurt dapat dibuat. Starter yoghurt dibuat dengan menambahkan 1 bagian yoghurt komersial dengan 2 bagian susu.
5.      Tuangkan starter yoghurt ke dalam wadah pembuatan yoghurt.
6.      Tuangkan susu yang telah didinginkan ke dalam wadah, tutup rapat. Beri label kelompok dan tanggal pembuatan.
7.      Tempatkan campuran susu dan starter pada daerah yang hangat. Suhu ideal adalah (39-50)0C. Biarkan selama 3-8 jam. Perbedaan suhu akan menghasilkan produk yang berbeda. Suhu yang lebih tinggi akan menghasilkan youghrt yang lebih asam sedangkan yang lebih dingin atau rendah akan menghasilkan youghrt kurang asam dan lebih kental.
8.      Setelah 3 jam, periksa apakah susu telah mengental. Bila sudah pindahkan ke dalam refrigator dengan suhu 100C.
9.      Setelah 24-72 jam, periksa bau dan rasa dari youghrt yang dihasilkan. Bandingkan dengan produk komersial yang ada.





D.      Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terhadap yoghurt yang di buat pada praktikum bioteknologi  adalah sebagai berikut ini.

Tabel 1. Pengamatan yoghurt yang telah dibuat sebelum 3 jam proses inkubasi
Kelompok 5
Parameter yang diamati
Keadaan Yoghurt  (starter dingin)
Tekstur
Belum terjadi penggumapalan
Warna
Putih kusam
Rasa
Susu
Bau
Sedikit asam

Kelompok 2
Parameter yang diamati
Keadaan Yoghurt (starter dipanaskan)
Tekstur
Belum terjadi penggumapalan
Warna
Putih kusam
Rasa
Susu
Bau
Yoghurt

Tabel 2. Pengamatan yoghurt yang telah dibuat setelah 3 jam proses inkubasi pada suhu kamar
Kelompok 5
Parameter yang diamati
Keadaan Yoghurt (starter dingin) 
Tekstur
Encer
Warna
Putih susu/tulang
Rasa
Susu/tidak masam
Bau
Susu

Kelompok 2
Parameter yang diamati
Keadaan Yoghurt (starter dipanaskan) 

Tekstur
Terdapat penggumpalan

Warna
Putih kusam

Rasa
-

Bau
Enak (wangi yoghurt)


Tabel 3. Pengamatan yoghurt yang telah dibuat  setelah 14 jam inkubasi (Hari ke-1)
Kelompok 5
Parameter yang diamati
Keadaan Yoghurt (starter dingin)
Tekstur
Kental
Warna
Putih susu
Rasa
-
Bau
Asam

Kelompok 2
Parameter yang diamati
Keadaan Yoghurt (starter panas)
Tekstur
Sebagian kental dan cair
Warna
Putih susu
Rasa
-
Bau
Enak ( wangi yoghurt)

Tabel 4. Pengamatan yoghurt yang telah dibuat  (Hari ke-2)
Kelompok 5
Parameter yang diamati
Keadaan Yoghurt (starter dingin)
Tekstur
Kental
Warna
Putih susu
Rasa
Susu
Bau
Susu

Tabel 5. Pengamatan yoghurt yang telah dibuat  (Hari ke-3)
Kelompok 5
Parameter yang diamati
Keadaan Yoghurt (starter dingin)
Tekstur
Kental
Warna
Putih susu
Rasa
Rasa susu agak masam
Bau
Susu

Tabel 6. Pengamatan yoghurt yang telah dibuat (Hari ke-4)
Kelompok 5
Parameter yang diamati
Keadaan Yoghurt (starter dingin)
Tekstur
Kental dan cair
Warna
Putih tulang
Rasa
Asam
Bau
Asam

Kelompok 2
Parameter yang diamati
Keadaan Yoghurt (starter panas)
Tekstur
Kental dan terdapat cairan warna kuning
Warna
Putih tulang
Rasa
Asam
Bau
Asam
Keterangan: Yoghurt yang telah jadi tidak dilakukan pembekuan pada suhu 10oC atau di masukkan kedalam lemari es
A
B
 







Gambar 1. Hasil pembuatan yoghurt pada hari ke-1(A) dan hari ke-2 (B)

E.       Pembahasan
Dari data hasil pengamatan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pembuatan yoghurt dapat dinyatakan tidak terlalu berhasil. Hal tersebut terlihat adanya dua fasa bentuk cairan yaitu fasa kental yang berada didasar sedangkan cairan berada dipermukaan yang berwarna kuning. Cairan pada permukaan tersebut dapat menandakan bahwa proses pasteurisasi susu telah gagal dalam membunuh semua mikroorganisme yang bersifat patogen dan menurunkan kadar air dalam susu. Sehingga pertumbuhan bakteri asam laktat yang dimasukan kedalam susu terhambat akibat aktifitas bakteri lain yang merusak proses pembentukan asam laktat dari susu. Selain itu, dapat juga disebabkan karena kurang sterilnya dalam proses pembuatan yang menyebabkan tercemarnya susu yang sudah di pasteurisasi oleh bakteri lain yang tidak di inginkan. Secara umum, karakteristik dari yoghurt adalah sebagai berikut ini.
Tabel 7. Komposisi yoghurt berdasarkan Standart Nasional Indonesia (SNI) 01-2981-1992 (Wahyudi, 2006).
















Dari tabel tersebut terlihat yoghurt yang baik yang sesuai SNI adalah memiliki penampakan/tekstur cairan kental, berbau khas seperti yoghurt, memiliki rasa khas yoghurt/asam serta berwarna putih tulang. Sedangkan hasil yoghurt yang telah dibuat memiliki tekstur kental dibawah permukaan dan cair di atas permukaan, berbau tidak khas hanya sedikit asam, dan rasa asam namun tidak khas seperti yoghurt.
Proses pembuatan yoghurt secara umum meliputi beberapa tahap yaitu standarisasi komposisi susu jika perlu (lemak, total solid ), pasteurisasi, penurunan suhu, inokulasi; pengemasan, inkubasi, dan pendinginan. Penggunaan susu akan mempengaruhi hasil yoghurt yang dihasilkannya sehingga diperlukan standarisasi terlebih dahulu. Namun pembuatan dalam skala kecil, proses standarisasi ini tidak diperlukan karena mahalnya biaya yang harus dikeluarkan dalam melakukan hal tersebut.
Proses selanjutnya adalah pemanasan susu atau proses pasteurisasi susu. Pemanas susu sebelum ditambahkan bibit merupakan suatu tahap yang penting. Pemanasan biasanya dilakukan pada suhu 850C selama 30 menit. Namun dalam pembuatan yoghurt yang telah dilakukan, proses pasteurisasi dilakukan selama 15 menit hingga mencapai suhu optimum 90oC dan dijaga agar tidak mendidih. Tujuan pemanasan tersebut diantaranya : agar tidak banyak bakteri yang hidup atau mengurangi pertumbuhan mikroba dan merusak bakteri patogen dalam susu yang dapat mengalahkan bibit dan untuk menguapan sebagian air agar kekentalan media (susu) sesuai untuk pertumbuhan bibit laktat.
Penurunan suhu setelah proses pasteurisasi bertujuan membuat kondisi optimal bagi pertumbuhan bakteri starter. Penurunan suhu dilakukan sampai mencapai 450C atau (50-55)oC.
Proses inokulasi starter merupakan pemberian mikroorganisma pada bahan dasar/susu yang akan dibuat yoghurt. Inokulum yang digunakan sebanyak dua sampai tiga persen campuran kultur L.bulgaricus dan S.thermophilus dengan perbandingan satu-satu. Atau dapat juga menggunakan yoghurt kemasan yang telah jadi dan tidak diberi rasa. Tujuannya yaitu diharapkan bakteri yang ada pada yoghurt kemasan yang telah jadi dapat tumbuh pada media susu yang baru yang telah disediakan.
Proses kemasan merupakan tahapan dimana susu yang telah dicampur dengan bakteri asam laktat dimasukan kedalam suatu wadah yang tertutup rapat sehingga tidak memungkinkan udara masuk kedalamnya. Hal ini bertujuan agar proses fermentasi dapat berlangsung dengan baik serta mencegah cemaran bakteri patogen yang berasal dari udara. 
Inkubasi (pemeraman) dimaksudkan untuk memberi kesempatan bagi bakteri starter untuk membentuk asam laktat sampai dicapai pH yang dikehendaki yaitu 4,4–4,5. Proses Inkubasi atau fermentasi yoghurt bisa dilakukan pada suhu kamar ataupun pada suhu 45 oC. Apabila suhu lebih tinggi dari suhu kamar maka aktivitas mikrobapun akan semakin tinggi juga. Bila suhu pemeraman rendah maka dapat tercemar jamur karena temperatur optimal untuk pertumbuhan jamur 200C–300C. Inkubasi pada suhu ruang memerlukan waktu 14 sampai 16 jam, pada suhu 32 oC waktu sekitar 11 jam, sedangkan inkubasi pada suhu 45oC hanya memerlukan waktu sekitar 4 – 6 jam. Pemeraman yang terlalu lama dapat menyebabkan pertumbuhan jamur karena makin lama pemeranan, keasaman yoghurt makin tinggi sehingga dapat mematikan bakteri starter. Selain itu bila bila pada saat pemeraman terkontaminasi baik oleh jamur, kapang maupun bakteri caliform maka kemampuan bakteri starter untuk membentuk asam laktat berkurang dan yoghurt yang dihasilkan kurang baik. 
Selama inkubasi, susu akan mengalami penggumpalan yang disebabkan menurunnya pH akibat aktivitas kultur/bibit yang dimasukan yaitu dalam hal ini bakteri asam laktat. Dalam  prosesnya, pembuatan yoghurt ini melibatkan dua bakteri asam laktat yang saling bekerja sama. Pada mulanya Steptococus menyebabkan penurunan pH hingga 5.0 sampai 5.5 selanjutnya pH menurun hingga 3.8 sampai 4.5 karena aktivitas Lactobacillus. Selain itu selama inkubasi akan terbentuk flavor karena terbentuknya asam laktat, asetaldehid, asam asetat dan diasetil.
Pendinginan atau penyimpanan yoghurt pada suhu rendah setelah proses pemeraman selesai yaitu setelah pH yoghurt mencapai 4,0–4,5 atau keasaman 0,85–0,90 persen dengan konsistensi yang homogen dan bau dan rasa yang khas. Selama penyimpanan setelah inkubasi, yoghurt mengalami penurunan pH secara terus menerus. Penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi akan mempercepat penurunan pH yoghurt. Oleh karena itu untuk mempertahankan cita rasa dan aroma, yoghurt hasil fermentasi harus disimpan ditempat dingin atau dapat juga dipasteurisasi untuk menghambat aktivitas mikroba dalam yoghurt. Proses pendinginan atau penyimpanan di tempat dingin seperti lemari es dilakukan bertujuan untuk menghentikan proses fermentasi lebih lanjut dan pendinginan dilakukan pada suhu 50C. Proses pendinginan tetap dilakukan selama belum akan digunakan atau dikonsumsi karena apabila yoghurt tidak disimpan pada suhu rendah akan mengalami proses fermentasi sehingga keasaman  yoghurt menjadi sangat tinggi sekali dan keadaan ini tidak disukai oleh konsumen. Selain keasaman yang tinggi, kemungkinan yoghurt juga akan cepat mengalami kerusakan.

F.       Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan hasil pembuatan yoghurt yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa yoghurt yang dihasilkan tidak memenuhi keadaan standar yoghurt baik dari segi rasa, bau, warna serta tekstur.  Secara umum yoghurt yang dihasilkan memiliki tekstur kental dibawah permukaan dan cair di atas permukaan, berbau tidak khas hanya sedikit asam, warna bagian permukaan bawah yang kental putih sedangkan permukaan atas kuning dan memiliki rasa asam namun tidak khas seperti yoghurt. Hal tersebut terjadi dapat disebabkan karena kurang kehati-hatian dalam menjaga bahan agar tetap steril. Akibatnya pertumbuhan bakteri asam laktat terganggu oleh kehadiran bakteri lain selain bakteri asam laktat.






  

Daftar Pustaka

Botazzi, V. 1983. Other fermented dairy product. In : Biotechnology : Food and Feed Production with Microorganisms . Vol 5. Verlag Chemie, Florida .
Helferich, W. and D.C. Westhoff. 1980. All Abaout Yoghurt.  Prentice-Hall Inc, New York .
Indratininingsih., Widodo., Salasia, Siti Isrima Oktavia., dan Wahyuni, Endang. 2004. Produksi yoghurt shiitake (yoshitake) sebagai pangan kesehatan berbasis susu. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Vol. XV, No. 1.
Oberman, H. 1985. Fermented milks. In : microbioloy of Fermented Foods vol 2 . Elsiever applied science Publishers, England.
Overby, A .j. 1988. Microbial cultures for milk processing. In : Meat Science, Milk Science and Technology . Elsiever science Publishers B .V, New york .
Renner, E. 1984. Milk in Human nutrition. In : Meat Science, Milk Science and Technology . Elsiever science Publishers B .V, New york.
Tamine, A . Y. and R.K . Robinson. 1999. Yoghurt : Science and Technology. 2 nd Ed, Woodhead Publishing Ltd, England.
Tamine, A .Y . and H.C. Deeth. 1980. Yoghurt, technology and biochemistry. J. Food Protect . 43 (12) : 937-977.
Wahyudi, M. 2006. Proses Pembuatan Dan Analisis Mutu Yoghurt. Buletin Teknik Pertanian. Vol. 11 No. 1.